Sabtu, 01 Februari 2014



Cinta di Malam Lailatul Qadar

Terdengar lantun suara lirih bacaan Al-Quran setiap fajar, khas mengalun
mengalahkan melodi simphoni relaxasi yang biasa didengarkan untuk terapi
pikiran, membangunkan para aura suci untuk bermunajat kepadaMu,terkesimalah
para malaikat mendengarnya,terngiang indah disetiap sentuhan ayat sehingga kau
jelma saat subuh dengan kehangatan hawa mushab itu, bibir tipis yang setiap
saat bergetar menyebut nama Allah.Wajah ayu yang bersinar sehalus lilin terselimuti jilbab,yang setiap waktuakan terpercik air suci wudhu.Senyum indah
dikala limpahan nikmat menghujani keluarganya yang kecil.Mata sayup yang
tergenang air mata saat musibah menimpa kehidupannya,bahkan aku tidak bisa
mengerti tentang air mata itu.Ia bersyukur atau sebuah ratapan, karena wanita
itu tak pernah mengeluh tentang takdir yang silih berganti mengalir setiap
hari, bahkan sampai aliran pembuluh darahnya terhenti. Taukah dia yang selalu
aku kagumi wajahnya setiap dia terlelap dalam mimpi, sesungguhnya aku tak
rela jika tingkah laku yang terbungkus kesopanannya ternodai cipratan dosa,
akan selalu kujaga meskipun lawan yang kuhadapi ratusan pedang akan mencabik-cabik tepat dijantungku, aku sungguh mencintainya.
YaAllahaku takut tentang anggapan syirik, sesungguhnya aku tak akan pernah menyekutukanMu atas wanita itu.Kau berikanku surga yang nyata didunia ini, berwujud mahluk yang senantiasa mengingatkanku atas nikmatMu, mahluk yang biasa aku panggil sayank,adalah Ibuku.
Terkadang pernah terbesit kesombongan untuk membuktikan bahwa Ibukuadalah Ibu yang terbaik dalam hidupku.Terkadang aku ingin mengepal tangan keangkuhan biar semua tahu bahwa Ibuku adalah Ibu yang benar-benar bisa kupercayakan untuk keluarga, terkadang akan kubusungkan dada tinggi hati untuk bersaing agar semua mengerti bahw Ibuku adalah sebenar-benar Ibu yang terbaik dari yang terbaik, kesolehahannya mengandung sari yang bisa mengobati penyakit hati mereka, aku tak pernah patah semangat untuk membekukan pendapat manusia yang melecehkannya, orang-orang akan salah menilai, tapi semua itu selalu luluh
sebelum berjuang, adalah Ibuku yang mendinginkan darah yang semula memanas,
ia yang membendung segala amarahku sehingga semua saraf teraliri kesejukan.      Semua itu ada massanya, percayalah Tuhan lebih mengerti umatNya,keadilan  hakiki    bukan disini tempatnya, maafkanlah mereka, segeralah dibukakan
mata hati mereka yang tertutup, aku tidak pernah menyimpan dendam,sebagaimana kuinginkan suami yang demikian, sesungguhnya aku tidak
menginginkan ketidaktaatan kepada suamiku, aku tidak bermaksut menghilangkan
sifat menghormatimu, semoga laknat Allah tidak menimpa keluargaku, sebaliknya
semoga nikmat cintaNya dilimpahkan menjadi nikmat cintaku yang luar biasa
kepada suamiku. Mendengar ucapan istriku seakan rontok seluruh isi tubuhku,
menjadi lebur tak berdaya, seperti debu yang mudah hilang hanya tertiup angin,
ya Allah seandainya yang kupendam dalam hati menentang syariatMu, hilangkan
rasa itu, ya Allah maafkan aku, fithoatillah jawabku dalam hati, aku sungguh
beruntung memiliki istri sepertinya, dia tak sekedar penghias hidupku tapi
bahkan melebihi apa yang aku bayangkan, ucapannya mengandung sabda.
        Akan lebih terheran jika orang yang dulu pernah mengecilkannya, melihat
tingkah lakunya sekarang yang anggun, orang-orang menganggapnya adalah
sebongkah batu yang tidak bisa berbuat apa-apa, hanya sebongkah batu yang hanya
merepotkan pemiliknya, tapi tidak bagiku. Tapi kuyakin sebongkah batu itu yang
dipilihkan Allah untukku, batu yang mungkin bisa mengalahkan puluhan permata
yang dulu pernah mencoba menghiasi perjalanan taarufku, sampai aku memilihnya
sebagai belahan jiwa, dia memang tak secantik Siti Hawa, tapi cukup
menggetarkan naluri lelakiku ketika tersenyum lewat candaanku, dia memang tak
sekaya Ratu Bilqis, tapi batinnya merasa kaya dan selalu bersyukur dengan apa
yang dimiliki, dia memang tak setegar Fatimah Azzahra, tapi cukup membuatku
nyaman ketika harus berlayar mengarungi kehidupan yang penuh gelombang
menghantam.
        Massarapan dulu sebelum berangkat ke kantor pintanya, nasi putih, telur
ceplok plus mie instant menu pagi ini yang sudah tersedia dilesehan karpet
depan televisi. Rumah kami cukup sederhana, untuk saat ini meja makan belum
sempat terbeli, usia pernikahan yang masih dini memaksa kami belum berfikir
memilikinya. Aku cukup kenyang, sudah terbiasa sejak kecil tak pernah
membiarkan makanan tersisa dipiring. Alhamdulillah ya Allah jangan kau
hentikan kebahagiaan atas keluargaku, berikan rizqi yang halal dan keberkahan
yang luar biasa agar terbelanjakan dijalanMu, jauhkan kami dari bau busuk
neraka, curahkan aroma wewangian dariMu, pilihlah keluarga kami sebagai
penghuni surga, shalawat dan salam kpd Sang Pangeran Cinta Rasulullah SAW,
amin doa yang pernah diajarkan ibu kepadaku sewaktu kecil, sepintas teringat
tangan terjuntai dari seorang ibu mengusap rambutku, mata tajam memandang
keoptimisan dari anaknya, seolah menitipkan harapan besar yang tampak tergambar
dari rautwajah beliau, beliau tak pernah terlewatkan untuk mengecup kening setiap
selesai berdoa untuk anaknya.
      Nanti missed call ya kalau sudah sampai kantor. InsyaAllah”jawabku,
bergulir hari-hari kami yang selalu berjalan akan hiasan kehidupan islami yang
tercipta. Setengah tahun kami berumah tangga, belum pernah berselisih tentang
masalah besar, kami selalu menganggap semua itu hanya hiburan yang tidak
mengurangi kasih sayang. Adalah istriku yang mengajarkan itu semua, merenung
sejenak dan berfikir dengan kepala dingin akan mengalahkan segala-galanya
daripada mengedepankan emosional. Sayankmalam ini jangan lupa menghafal ayat
74 surat An-Nissa pintanya, jari lentiknya mengencangkan ikatan jaket yang
kupakai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar